Monday, April 18, 2005

Anak ........ Oh........Anak




“Ta….tau alamatnya psikolog khusus anak ga? Anak gue kacau niy, mosok ini udah yang kesekian kali gue dipanggil gurunya ke sekolah” begitu seorang temanku dikantor mengadu padaku Jumat kemarin. Gambaran kepanikan terlihat jelas diwajahnya, keningnya berkerut, dan kata-kata yang keluar dari bibirnya terdengar begitu spontan dan bernada memburu.
“Emangnya ada apa mba?” tanyaku sedikit pelan untuk sedikit menenangkannya.
“Mosok dia ga mo berangkat sekolah kalo ga diberi uang sebesar yang dia minta, aku khan udah nge-jatahin uang jajannya, kalo dikasih lebih, nanti dia beli yang aneh-aneh lagi!”ujarnya memberi tahu penyebab kekesalan hatinya, katanya lagi, “trus sekarang dia menganggap aku manusia paling kejam sedunia, aku bingung nih Ta…aku harus gimana….dia koq ga bisa dibilangin banget sih…..”
Di lain hari dia pernah mengeluh lagi tentang kegilaan anaknya pada si kotak ajaib “doh….gue sebel banget deh Ta, mosok anak gue nonton TV mulu, ga mo belajar…mana yang ditonton sinetron mulu lagi, bahasanya itu lho….kayak yang ga pernah gue ajarin aja yang keluar dari mulutnya!”

Pengaduan tadi bukan yang pertama kali dilontarkan si mba yang manis ini padaku, sudah yang kesekian kali dan keseringan sekali. Dia adalah seorang single parents yang terpaksa bekerja karena suaminya pergi menghadap Yang Kuasa setelah menyerah pada keganasan kanker kelenjar getah bening yang dideritanya selama hampir 6 tahun belakangan. Dulu suaminya bekerja sebagai penerbang militer, tapi sejak divonis menderita kanker, almarhum suaminya terpaksa lebih banyak tinggal di rumah ketimbang berada di kantornya. Kebetulan ketika mulai menderita penyakit ganas tersebut, anak semata wayang mereka baru saja lahir, otomatis dalam hal mendidik anak di rumah, suaminya lah yang banyak berperan kala itu, dia sendiri tetap bekerja karena dia menyadari sewaktu-waktu suaminya dapat dipanggil Tuhan, dan dialah kelak yang akan menggantikan posisinya sebagai pencari nafkah untuk keluarga. Sayangnya dalam hal mendidik anak, diantara mereka berdua tidak ada kekompakan. Ketika ibunya berkata TIDAK BOLEH,di sisi lain bapak berkata BOLEH, jadilah anak semata wayang mereka lebih menganggap ayahnya sebagai guardian angel dibanding ibunya yang dicap sebagai orang paling jahat sedunia. Parahnya ketika akhirnya suaminya pergi untuk selamanya dan sebagai single parent, sobatku yang satu ini menerapkan metode kedisiplinan ala ortunya ketika mendidik dia dan adik-adiknya (yang emang hasilnya nyata, ketiga anaknya sukses semua jadi sarjana), si anak jadi banyak berulah. Ga ngerti karena alasan ingin diperhatikan atau protes atas sikap ibunya kepadanya, yang pasti si ibu jadi sering bolak-balik dipanggil guru-gurunya di sekolah. Puncaknya….ya Jumat kemarin, ketika dia merasa lelah dan sepertinya dia butuh seseorang tempat berbagi dan mengadukan masalahnya itu sambil mencari solusi terbaik.

Hummmm, anakku memang belum lagi lahir, psikolog pun aku bukan, hanya saban sobat-sobat dan sepupu-sepupu curhat soal anaknya ada benang merah yang aku tarik dari permasalahan mereka. Anak hanya butuh didengar, sama seperti kita orang dewasa. Ketika ibu mereka sibuk dengan urusannya diluar dan menuntut everything should be in its rail, pastinya banyak yang berseliweran dibenak si anak. Kenapa aku harus begini, kenapa aku dilarang begitu, kenapa aku harus melakukan itu, kenapa aku tidak boleh memilih jalan itu. Anak juga manusia yang bisa diajak berkomunikasi, seandainya kita memberi alasan atas segala hal yang kita larang untuknya adalah demi kebaikan dirinya. Siapkan telinga ini untuk selalu ikhlas mendengarkan celotehnya sepedas apapun itu, InsyaAllah anak akan mengerti.

Seorang ibu harus memiliki kesabaran yang luar biasa dalam menghadapi anak-anaknya (soalnya antara anak yang satu dengan yang lain, walaupun satu perut, pasti polahnya beda-beda dan perlu penanganan yang beda juga). Jangan pernah bosan memberi pengertian kepada mereka walaupun dari hari ke hari yang terucap hanya tentang masalah itu saja, terkadang itu dilakukan mereka karena mereka menuntut perhatian ekstra dari kita dan mereka hanya ingin mengetes kesabaran kita Jangan memaksakan hasilnya harus instant terlihat, karena anak bukan komputer yang bisa langsung di reformat ketika berasa ada yang ngaco. Selain itu jangan pula berharap anak kita seperti kita pada usia mereka apalagi membandingkannya dengan saudara-saudaranya. Percaya deh, bukannya mereka terlecut, yang ada malahan patah arang dan mengajukan protes yang bikin kita akhirnya hanya bisa mengurut dada. Soalnya tiap orang itu adalah pribadi yang berbeda, dan harus kita hargai itu!

Selalu konsisten dengan peraturan yang kita buat. Misalnya ketika kita menerapkan diet TV (kalo mo tau tentang diet TV, baca Ummi yang cover depannya ibu dan anak), maka sebagai orang tua kita juga harus ikutan puasa nonton sinetron, PETIR apalagi yang banyak hantunya (hiiiiiiiii). Jangan anaknya dilarang nonton tivi, ortunya malahan manteng seharian di depan kotak ajaib tersebut (ck ck ck ga sakit ya matanya ;p). Atau melarang anak nonton TV sambil tiduran, tapi ndilalah karena kita yang terlalu lelah sepulang dari kantor, malah kita yang memberi contoh nonton TV sambil tiduran, walhasil peraturannya bubar jalan semua. Kalo udah kayak gitu jangan anak yang disalahkan donk. Rasulullah SAW khan pernah bilang kalo anak itu adalah cerminan orang tuanya, jadi….kalo kita bermasalah dengan anak kita, sebelum marah-marah pada mereka better kita berkaca dulu pada diri ini, bukankah kita juga punya andil pada sikap mereka yang nyeleneh?

Hehehe, ini teorinya dan pendapat aku saja. Kelak mungkin aku akan menghadapi masalah yang lain lagi dengan anak-anakku, yang jawabannya mungkin aku cari nanti saja, hanya berjuta kesabaran dan pelukan hangat yang siap menyambut mereka setiap, saat, yang aku siapkan untuk mereka kelak, smoga aku pun selalu diberi jalan oleh Allah dalam membimbing mereka kelak, Amien.

Notes: buat sobatku, percaya deh mba, dia hanya butuh didengar apa maunya dan dihargai keberadaannya, jadi spend your less time with her or you will loosing her someday.

3 comments:

abhirhay said...

mendidik adalah persoalan belajar sepanjang waktu. soal ketekunan dan kesetiaan menjaga keteladanan pada tiap detak waktu dan ruang keadaan. karena mendidik adalah mencontohi. memberi tiruan hal-hal kebaikan yang diharapkan dicontek oleh sang anak. mendidik tak mungkin cukup dengan kata-kata, selain perbuatan, hati juga harus terkedepankan. maka refleksi dan introspeksi adalah keharusan. memang mendidik itu berat. lebih berat dari menanggung gunung disebelah pundak. nice post bu tita...

Anonymous said...

mendidik anak memang gak mudah..susaaaaaaah banget. insya Allah selain usaha..dibantu doa ya...

buku tarbiyatul awladnya nasih ulwan oke tuh buat referens...tapi prakteknya..masya Allah...:( susahnya..

tapi jadi ibu sendiri memang tarbiyah buat diri sendiri...

saling mendoakan ya...nitip diriku dalam doamu ya ta..

Zubia and Yusuf's Mom said...

Makasih mbak Tita postingannya..saya juga harus banyak belajar nih mbak, sebelum terlambat:-D
Have a nice weekend ya mbak..