Tuesday, January 25, 2005

My Distance Friend




Sebetulnya, dari sejak zaman dahulu kala, aku paling seneng make friends. Bila masuk komunitas mana saja, bisa dipastikan ada satu hingga dua orang yang bakal jadi temen abadi buat aku setelah pertemuan itu(entah mereka yang menganggap begitu, ato aku yang ngintilin mereka trus, hehehe, sorry ma prenz…abis kalian enak siy dijadiin temen crita).
Mungkin emang udah karunia kali ya (alhamdulillah)….adaaaaa aja yang bisa aku bikin jadi bahan omongan untuk breaking the ice.

Aku mo crita, aku punya teman jauuuuuuh di seberang sana. Namanya Patricia Roehm, dia seorang wanita usia lanjut (kayaknya sih seumur mamah aku), keturunan Yahudi, dan tinggal di Amerika sana.

Perkenalan aku dengan dia karena urusan pekerjaan, dia supplier di kantor aku. Dia yang sering menghubungi aku di kantor untuk urusan bayar membayar. Karena perbedaan waktu yang cukup banyak antara Indonesia dengan Amerika, dia sering menelpon aku di kantor, ketika waktu di tempatnya tinggal mendekati tengah malam (kebayang donk…ngantuk-ngantuk dia nelpon aku!).

“Tita, I cannot sleep, I wonder, when can I expect the payment from you” begitu selalu katanya di awal pembicaraan.
Hahaha, tentu saja ucapannya itu membuat aku iba padanya. Iyalah! Karena dia yang menjalani usahanya sendiri, jadi dia sendiri juga yang berpikir mengenai keuangan perusahaannya. Suka ngebayang gituh, kalo aku punya usaha sendiri, trus kesulitan keuangan karena tagihan macet, sedih yaaaaaa.
Dari perkataan yang mengibakan tersebut akhirnya mengalir cerita di antara kami berdua.
Ternyata dia adalah seorang ibu dari seorang anak, yang katanya, seumuran dengan aku. Anaknya bekerja sebagai tenaga medis di US Navy. Obrolan kami tidak melulu soal keluarganya (apalagi urusan kerjaan), terkadang menyerempet pada hal-hal di luar bidang kami. Contohnya ketika kerusuhan Mei 1998, Black September, banyak hal yang dilihatnya hanya dari satu sisi saja, misalnya dia men-cap orang Arab tuh teroris, trus ga gitu suka sama orang Arab dan Asia yang berimigrasi ke negeri Paman Sam, katanya merebut lahan orang Amerika sendiri.
Dengan bahasa Inggris yang pas-pasan, aku membela saudaraku terutama yang berada di belahan Asia Barat sana. Yang seru ketika Amerika melancarkan agresinya ke Irak, aku sempat berdebat dengan dia menyampaikan ketidak setujuanku padanya (sampai-sampai teman-teman seruangan jadi geleng-geleng kepala sendiri liat kelakuan aku bertelepon), beberapa pendapatku dibenarkannya (atau dia males kali yaaa, berdebat dengan aku, ga ngerti bahasa Inggris aku yang asal ngejeplak, hehehe).
Pula setelah Tsunami kemarin, dia langsung mencari aku. Katanya, dia takut, aku dan keluargaku menjadi korban, padahal mah….Jakarta khan jauh dari Aceh (ah…dasar Pat!)

Banyak hal-hal yang dialaminya dalam keluarga diceritakannya pula kepadaku, seperti ketidak setujuannya atas pernikahan anak semata wayangnya, atau ketika dia harus merawat mendiang ayahnya, yang menurut ceritanya lumpuh karena diabetes. Dia bilang padaku bahwa dia kesal, harus merawat sendiri ayahnya (soalnya kebiasaan orang Amerika menitipkan kaum lansia di panti jompo) . Yang membuatnya kesal, tingkah ayahnya yang kembali seperti kanak-kanak (maklum sudah uzur), sering merengek, ngompol, dan buang hajat seenaknya. Hehehe, lucunya pada saat itu aku malahan cerita tentang almarhumah embah yang usianya tidak jauh berbeda dengan ayahnya (ceritanya tukar pengalaman nih!). Aku bilang, aku belajar dari ayat Quran (dia tau dan sangat menghormati aku sebagai muslim) bahwa setiap manusia yang mencapai usia lanjut, maka mereka akan bersikap seperti kanak-kanak kembali (QS 36:68),

“so…don’t ever…ever…be sad Ma’am, you will understand that God is very nice to you, He give you chance for being a nice daughter for your father. He wants you to take care your father before he gone. I believe that your father will thankful to God and pray for your life. ” begitu kataku.

Tau engga…….ucapanku itu jadi inspirasi banget buat dia, dan dia semangat dan ikhlas banget ngerawat ayahnya hingga akhir hayatnya (padahal sebelumnya dia mau mengajukan euthanasia buat ayahnya lho!).
Ketika ayahnya pergi, aku termasuk orang pertama yang dikabarinya.

Sejak awal kami berkenalan, setiap akhir tahun, selalu dikiriminya aku cokelat (cokelatnya enak-enak lho! Dan bentuknya pun lucu-lucu), berhubung aku ga begitu doyan, almarhumah embah yang sering kecipratan rejeki itu. Dan aku pun bercerita pada Pat, betapa embah senang sekali dengan hadiah cokelat darinya, walaupun makannya juga dalam jumlah yang sedikit.

Kamis lalu (20/01/2005) aku menerima paket dari Pat. Katanya “for your wedding, Tita!” Dohhhh…Oma yang ini payah deh, mosok wedding present dikasih setahun kemudian, cocoknya mah buat first anniversary atuh Oma……;p. Dia bilang juga kalau hadiah itu sebagai tanda terima kasihnya karena aku senang mendengarnya bercerita dan memberi inspirasi baginya. Alhamdulillah deh, bisa jadi teman yang baik. Dia beri aku vas bunga, mangkok dan candle holder yang kesemuanya terbuat dari keramik disepuh emas di bibir masing-masing barang tersebut (kiriman cokelat tetap ada donk!).
Yang bikin aku terharu, ada sebuah kotak di bungkus kertas merah jambu dan dibalut pita manis, di atasnya disematkan kartu dengan tulisan “For Tita’s grandma”. Kontan ada cairan hangat yang mengalir dari sudur mataku.

Tadi pagi dia menelpon aku, setelah say thanks for the present, aku bilang padanya,

“Thanks Pat for the present, too bad, my lovely grandma already gone, she passed away few days after we celebrate Eid and asking apologize to each other. She cannot enjoy your chocolate anymore, but I believe, if she were with me now, she will thankful for the present. ”
Dan kita berdua pun bertangisan……hiks!

Lucu ya, kami berdua belum pernah kenal wajah masing-masing, apalagi bertemu, tapi buat aku, dia seperti sahabat-sahabat yang ada di dekat aku. Banyak pengalaman hidupnya yang dia bagi dengan aku, tapi banyak hal pula yang mau didengarnya dari aku Lagipula, itukan esensi dari sebuah persahabatan, mendengar dan didengar.
Thanks Pat….for being my friend, you inspired me too…….


2 comments:

yaya said...

Hiks..hiks..Yaya terharu nih mbak..sampe nangis bacanya...
Oya..deep condolence about your grandma..may she rest in peace.AMin..

Hani said...

ceritanya bagus banget ta.

aku punya temen, umurnya juga udah oma2...hehehe. Dia 75 tahun bo :) ada juga sahabat pena orang jerman, tapi ndak oma2, seumuran dengan aku, udah 13 tahun koresponden tapi belum pernah ketemu :(