Friday, December 10, 2004

Life is Beautifull




Tadi pagi di metromini ketemu sama orang yang kemaren udah nyerobot bangku aku. Trus aku liatin dia, ga berkedip. Orang itu jadi salah tingkah dan ga berani berdiri dekat aku.

***

Ceritanya berawal dari kemarin pagi. Tumben……perasaan minggu ini jalanan harusnya masih sepi, soalnya anak-anak sekolahan khan lagi pekan ujian, ternyata kemarin itu jalanan Dursa padat banget. Hampir semua metromini yang lewat penuh. Berhubung jam di tangan sudah menunjukkan pukul 7 kurang, akhirnya kita berdua nekad naik metromini yang penuh itu. Berdiri. Mana perut lagi sakit lagi ;p.
Aku sengaja berdiri dekat anak SMP, karena aku piker lewat macet-macetnya proyeknya Pemda, pasti mereka turun.

Waktu anak SMP itu bersiap mo turun dan aku bersiap mo duduk. Ga diduga, dari depan dekat pintu, ada seorang lelaki, kurus, hitam, dan berumur sekitar 30an akhir sampai 40an awal, mendesak masuk dan langsung duduk di tempat yang aku mo duduk.
Aku cuma bisa bengong. Kesal. Mas Indra ngedumel “nyerobot aja sih, ga tau apa orang udah nunggu dari tadi buat duduk.” Anak SMA yang duduk disebelah lelaki itu ikut tersenyum kecut, memperhatikan kelakuan lelaki itu.
Aku memang ga mengumpat. Tapi sepanjang perjalanan mataku ga lepas dari dia. Lelaki itu jadi salting sendiri. Mungkin jauh di hati dia, merasa ga enak juga udah menyerobot bangku. Sampai akhirnya aku duduk juga disebelahnya, tapi tetep…masih kesal sama kelakuannya.

Di depan RS Mitra, lelaki itu turun, dari seragamnya, mungkin dia pegawai “domestic affairs” (bagian dalam-nya yang ngurusin bersih-bersih tuuuuu) rumah sakit tersebut. Tiba-tiba, rasa iba-ku datang, kenapa aku harus bersumpah serapah padanya? Hanya karena dia menyerobot, trus umpatan ‘sejuta topan badai’ haruskah ku tumpahkan padanya?
Perasaan itu yang berulang lagi tadi pagi, ketika dia kembali naik metromini yang sama. Engga ngerti apa memang karena metromininya penuh, atau karena ga disengaja, kali ini giliran aku yang duduk, dan dia terus berdiri sampai tujuannya. Ga ada satupun penumpang yang turun dan memberikan bangku padanya. Dia berdiri di dekatku, jadi aku bisa melihatnya dengan jelas.
Ya…..saat itu hanya rasa iba yang ada. Ingat kata-kata Pak Deddie, ketika aku mengadu padanya, waktu dulu ada orang yang berkata ketus pada ku.

“Ta…….ga perlu kamu sumpahi itu orang, mungkin HIDUP-nya lebih menderita dari kamu, mungkin kamu akan lebih ringan kalo kamu berkata Ya Allah, maafkan dia, dia ga pernah tau kalo perkataan/perbuatan dia menyakiti aku.”

Iya…ya, buat apa aku mengutuk dia, buat apa mataku yang tajam harus menghunjam perasaannya. Bukankah lebih indah jadi orang yang dirindukan orang lain, ketimbang jadi orang yang ditakuti orang lain. Lagipula……Allah sendiri Maha Pemaaf, mengapa aku tidak?

Hummmmmm…….
“Ya Allah, maafkan dia…..dia tidak tahu dan tidak akan pernah tahu bahwa perlakuannya kemarin menyakitkan aku.”


No comments: